Kultum Menguatkan Pikiran Salaman Melembutkan Hati, Dua Kebiasaan Kecil Yang Melahirkan Generasi Besar.
Di tengah arus teknologi dan kemajuan zaman, tak sedikit nilai-nilai kesopanan dan spiritual mulai tergerus oleh budaya instan dan pragmatisme. Namun MA Muhammadiyah Koto VII, tradisi mulia seperti kultum Jumat dan salaman kepada guru masih terus dijaga dan ditanamkan. Dua kebiasaan sederhana ini ternyata memiliki dampak besar terhadap pembentukan karakter generasi muda.
Kultum atau Kuliah Tujuh Menit setiap hari Jumat, bukan hanya menjadi ajang berbicara di depan umum, tetapi juga melatih siswa untuk berpikir kritis, menyampaikan pesan yang baik, serta menumbuhkan keberanian secara Islami. Banyak siswa yang awalnya malu dan ragu, justru perlahan tampil percaya diri setelah beberapa kali menyampaikan kultum. Ini adalah bentuk pendidikan karakter yang aplikatif dan bermakna.
Lebih dari itu, kultum melatih siswa memahami nilai-nilai Al-Qur’an dan hadis, menyampaikannya dengan bahasa mereka sendiri, dan menyentuh hati teman-temannya. Ini adalah bentuk dakwah sederhana yang dapat dilakukan sejak usia dini.
Sementara itu, kebiasaan salaman kepada guru setiap pagi adalah bentuk nyata pendidikan adab. Di saat banyak anak muda mulai abai terhadap sopan santun, tradisi ini mengingatkan kembali pentingnya menghormati guru sebagai pembimbing ilmu dan akhlak. Tangan yang dijabat bukan sekadar ritual pagi, tetapi simbol kerendahan hati seorang murid yang siap menerima ilmu dengan ikhlas.
Dalam Islam, menghormati guru adalah bagian dari menghormati ilmu. Dari tangan guru-lah terbentuk masa depan anak bangsa. Maka, membiasakan salaman bukan hanya mendidik anak untuk sopan, tetapi juga memperkuat relasi emosional antara guru dan murid.
Di tengah gempuran budaya global, MA Mhumammadiyah koto VII masih konsisten menjaga dua kebiasaan ini layak diapresiasi. Kultum dan salaman adalah warisan pendidikan Islam yang tidak boleh dianggap sepele. Ia membentuk karakter, menanamkan nilai moral, dan membangun suasana belajar yang penuh hormat dan keberkahan.
Maka sudah saatnya, kita tidak hanya menjadikan kegiatan ini sebagai rutinitas, tetapi sebagai bagian dari gerakan pendidikan karakter yang disadari, dihayati, dan dijalankan dengan cinta.